
A Pengertian Harta Mawaris
Mawaris secara bahasa berasal dari kata dalam bahasa Arab miraats artinya perpindahan sesuatu dari seseorang kepada orang lain. Adapun secara istilah, mawaris adalah hal berpindahnya hak dan kewajiban terkait kekayaan orang yang telah meninggal kepada orang yang masih hidup. Sedangkan ilmu mawaris atau waris adalah ilmu yang membahas tentang pembagian harta. Ilmu mawaris pengetahuan tentang harta peninggalan,cara menghitung pembagiannya, dan bagian ahli waris (orang yang diamanahkan harta). Ilmu mawaris disebut juga ilmu faraid artinya kadar bagian yang pasti. Disebut faraid karena dalam pembagian harta warisan telah ditentukan siapa saja yang berhak menerima warisan sesuai jumlah (kadar) yang ditentukan. Pembagiannya sudah ditentukan oleh Allah Swt. secara adil, sehingga tidak ada yang berkesempatan untuk mengambil hak waris sesuai hawa nafsu mereka.
Secara garis besar, tujuan dari diberlakukannya ilmu mawaris dan penerapannya padaMawaris secara bahasa berasal dari kata dalam bahasa Arab miraats artinya perpindahan sesuatu dari seseorang kepada orang lain. Adapun secara istilah, mawaris adalah hal berpindahnya hak dan kewajiban terkait kekayaan orang yang telah meninggal kepada orang yang masih hidup. Sedangkan ilmu mawaris atau waris adalah ilmu yang membahas tentang pembagian harta. Ilmu mawaris pengetahuan tentang harta peninggalan,cara menghitung pembagiannya, dan bagian ahli waris (orang yang diamanahkan harta). Ilmu mawaris disebut juga ilmu faraid artinya kadar bagian yang pasti. Disebut faraid karena dalam pembagian harta warisan telah ditentukan siapa saja yang berhak menerima warisan sesuai jumlah (kadar) yang ditentukan. Pembagiannya sudah ditentukan oleh Allah Swt. secara adil, sehingga tidak ada yang berkesempatan untuk mengambil hak waris sesuai hawa nafsu mereka.
kasus-kasus pembagian harta warisan sebagai berikut.
a. Untuk melaksanakan pembagian harta warisan pada ahli waris yang berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan syariat.
b.Untuk mengetahui secara jelas siapa yang berhak menerima harta warisan serta berapa bagian masing-masing dan siapa pula yang tidak berhak menerimanya.
c. Untuk menentukan pembagian harta warisan secara adil dan benar sehingga tidak terjadi perselisihan di antara ahli waris.
Hukum mempelajari ilmu mawaris bagi umat Islam adalah fardu kifayah. Maksudnya, apabila di suatu tempat tertentu sudah ada yang mempelajari ilmu mawaris, maka kewajiban tersebut sudah terpenuhi. Akan tetapi, apabila tidak ada seorang pun yang mempelajarinya, maka semua orang yang ada di daerah atau tempat tersebut akan berdosa.
B. Dasar Hukum Pembagian Harta Mawaris
Beberapa sahabat Nabi Muhammad saw. yang ahli dalam ilmu mawaris adalah Zaid bin Tsabit,Ali bin Abi Thalib,Abdullah bin Mas'ud, dan Abu Bakar as-Siddiq. Dalil yang menjelaskan tentang pentingnya ilmu faraid dalam pembagian harta warisan. Allah Swt. berfirman di dalam QS An Nisa Ayat 7
لِلرِّجَالِ نَصِيْبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدٰنِ وَالْاَقْرَبُوْنَۖ وَلِلنِّسَاۤءِ نَصِيْبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدٰنِ وَالْاَقْرَبُوْنَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ اَوْ كَثُرَ ۗ نَصِيْبًا مَّفْرُوْضًا
Artinya
Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit
Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit
maupun banyak, menurut
bagian yang telah ditetapkan.
C. Kewajiban Sebelum Pembagian Harta Waris
Dalam ketentuan pembagian harta warisan, para ahli waris harus mendahulukan kewajiban-kewajiban yang ditanggungkan atas harta peninggalan tersebut. Hal ini berkaitan dengan kemaslahatan dan kebaikan mayat juga. Adapun tanggungan kewajiban itu sebagai berikut.
1. Biaya Pengurusan Jenazah
Biaya pengurusan jenazah diambil dari harta yang ditinggalkan mayat, seperti membeli kain kafan, menyewa ambulans, dan biaya pemakaman. Bahkan, juga termasuk biaya perawatan waktu sakit.
2.Utang
Jika pewaris meninggalkan utang, hendaknya utangnya dilunasi dengan harta peninggalannya.
3. Wasiat
Wasiat adalah pesan pewaris sebelum meninggal agar sebagian harta peninggalannya diinfakkan untuk kepentingan agama atau sosial. Wasiat tersebut dipenuhi oleh ahli warisnya.
4. Zakat
Apabila harta warisan sudah mencapai nisab, tetapi belum dizakati oleh pewaris, harta warisan tersebut harus dikeluarkan zakatnya terlebih dahulu sebelum dibagikan kepada ahli waris.
D. Sebab Berhak dan Tidak Berhak Mendapat Warisan
Tidak semua orang yang ada di sekitar pewaris yang telah meninggal dunia mendapatkan bagian dari harta yang diwariskan.Adapun penyebab orang-orang yang berhak dan tidak berhak mendapatkan harta warisan sebagai berikut.
1. Penyebab Seseorang Berhak Mendapat Harta Warisan
Beberapa faktor yang menjadi penyebab seseorang berhak mendapat harta warisan sebagai berikut.
a.Karena Hubungan Pernikahan (Sababiyah)
Pernikahan yang sah menimbulkan adanya saling mewarisi antara suami istri selama pernikahan tersebut tetap utuh.
Tidak semua orang yang ada di sekitar pewaris yang telah meninggal dunia mendapatkan bagian dari harta yang diwariskan.Adapun penyebab orang-orang yang berhak dan tidak berhak mendapatkan harta warisan sebagai berikut.
1. Penyebab Seseorang Berhak Mendapat Harta Warisan
Beberapa faktor yang menjadi penyebab seseorang berhak mendapat harta warisan sebagai berikut.
a.Karena Hubungan Pernikahan (Sababiyah)
Pernikahan yang sah menimbulkan adanya saling mewarisi antara suami istri selama pernikahan tersebut tetap utuh.
b. Karena Hubungan Keturunan/Kekeluargaan (Nasabiyah wal Qarabah)
Ketika seseorang memiliki hubungan keluarga dengan pewaris, tidak memandang laki-laki maupun perempuan, orang tua maupun anak-anak, semua menerima warisan sesuai dengan ketentuan Allah Swt., seperti ayah, ibu, dan anak.
c.Karena Hubungan Agama/Sesama Muslim
Jika orang Islam meninggal dunia dan tidak mempunyai ahli waris, harta warisannya diserahkan ke Baitul Mal (kas umat Islam) untuk kepentingan kaum muslimin.
d. Karena Hubungan Pembebasan Budak (Wala')
Wala' adalah hubungan kekeluargaan yang timbul karena memerdekakan seorang hamba sahaya/budak. Hubungan yang timbul ini dapat menyebabkan saling mewarisi harta warisan.
Ketika seseorang memiliki hubungan keluarga dengan pewaris, tidak memandang laki-laki maupun perempuan, orang tua maupun anak-anak, semua menerima warisan sesuai dengan ketentuan Allah Swt., seperti ayah, ibu, dan anak.
c.Karena Hubungan Agama/Sesama Muslim
Jika orang Islam meninggal dunia dan tidak mempunyai ahli waris, harta warisannya diserahkan ke Baitul Mal (kas umat Islam) untuk kepentingan kaum muslimin.
d. Karena Hubungan Pembebasan Budak (Wala')
Wala' adalah hubungan kekeluargaan yang timbul karena memerdekakan seorang hamba sahaya/budak. Hubungan yang timbul ini dapat menyebabkan saling mewarisi harta warisan.
2.Penyebab Seseorang Tidak Berhak Mendapat Harta Warisan
Meskipun orang yang memiliki hubungan keturunan atau kekeluargaan berhak mendapatkan warisan.Tetapi terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang yang memiliki hubungan kekeluargaan tidak berhak mendapat warisan. Adapun beberapa faktor tersebut sebagai berikut.
a. Berbeda Agama
Orang kafir tidak berhak menerima warisan dari keluarganya yang muslim, begitu pula sebaliknya.
b. Murtad
Murtad adalah keluar dari agama Islam. Orang yang murtad sama saja telah berbeda agama. Sehingga orang yang telah murtad tidak boleh diberi bagian atau tidak berhak mendapatkan bagian dari harta pusaka keluarganya yang masih beragama Islam, begitu pula sebaliknya.
c. Pembunuh
Orang yang membunuh keluarganya dengan tujuan untuk mendapat warisan tidak mendapat bagian warisan dari orang yang dibunuhnya. Rasulullah saw. bersabda yang artinya:“Orang yang membunuh tidak menerima waris dari keluarganya yang meninggal (dibunuh)."(H.R.an-Nasa'i)
d. Budak atau Hamba Sahaya
Budak atau hamba sahaya yang ditinggal mati ahli warisnya tidak mendapat harta peninggalan. Allah Swt. menjelaskan sebuah ayat berikut.
ضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا عَبْدًا مَّمْلُوْكًا لَّا
يَقْدِرُ عَلٰى شَيْءٍ وَّمَنْ رَّزَقْنٰهُ مِنَّا رِزْقًا حَسَنًا فَهُوَ
يُنْفِقُ مِنْهُ سِرًّا وَّجَهْرًاۗ هَلْ يَسْتَوٗنَ ۚ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ ۗبَلْ
اَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ
"Allah membuat perumpamaan seorang hamba sahaya di bawah kekuasaan orang lain,yang tidak berdaya berbuat sesuatu, dengan seorang yang Kami anugerahi rezeki yang baik dari Kami. Lalu, dia menginfakkan sebagian rezeki itu secara sembunyi-sembunyi dan secara terang-terangan. Apakah mereka itu sama? Segala puji bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui." (Q.S. an-Nahl [16]:75)
E. Penggolongan Ahli Waris
Ahli waris adalah orang-orang yang berhak mendapatkan harta waris. Di dalam Islam ahli waris diklasifikasikan menjadi dua sebagai berikut.
1. Ahli Waris Laki-Laki
Jumlah ahli waris dari pihak laki-laki seluruhnya ada lima belas orang. Jika kelima belas orang tersebut ada semua, maka yang mendapat warisan hanya tiga, yaitu anak laki-laki,bapak, dan suami. Adapun lima belas orang tersebut sebagai berikut.
a. Anak laki-laki.
b. Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya.
c. Bapak.
d. Kakek dari bapak dan seterusnya.
e. Saudara laki-laki sekandung.
f. Saudara laki-laki sebapak.
g. Saudara laki-laki seibu.
h. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung.
i. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak.
j. Paman yang sekandung dengan bapak.
k. Paman yang sebapak dengan bapak.
I. Anak laki-laki paman yang sekandung.
m. Anak laki-laki paman yang sebapak dengan bapak.
n. Suami.
o. Laki-laki yang memerdekakan mayat (pewaris).
2. Ahli Waris Perempuan
Jumlah ahli waris dari pihak perempuan seluruhnya ada sepuluh orang. Jika kesepuluh orang tersebut ada semua, maka yang mendapat harta warisan hanya lima orang yaitu istri,anak perempuan, anak perempuan dari anak laki-laki (cucu), ibu, dan saudara perempuan sekandung. Adapun sepuluh orang tersebut sebagai berikut.
a. Anak perempuan.
b. Cucu perempuan dari anak laki-laki.
c. lbu.
d. Ibu dari bapak/nenek.
e. Ibu dari ibu/nenek.
f. Saudara perempuan sekandung.
g. Saudara perempuan sebapak.
h. Saudara perempuan seibu.
i. Istri.
j. Perempuan yang memerdekakan mayat (pewaris).
Jika 25 orang ahli waris semuanya ada, yaitu 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan, maka yang berhak menerima warisan hanya lima orang, sebagai berikut:
1. ibu;
2. bapak;
3. anak laki-laki;
4.anak perempuan
5.suami/istri.
F. Ketentuan Bagian Ahli Waris
Berdasarkan kadar atau ketentuan perolehan bagian harta waris, maka ahli waris dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan, sebagai berikut.
1.Zawil Furud
Żawil furud adalah bagian ahli waris yang telah ditentukan dalam Al-Qur'an, żawil furud ada enam kelompok.
a. Ahli waris yang mendapatkan bagian 2/3 (dua per tiga)
1) Dua anak perempuan atau lebih, jika tidak ada anak laki-laki, dalil naqlinya surah an-Nisā' ayat 11.
2) Dua urang cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki, bila anak perempuan tidak ada.
3) Dua orang saudara perempuan atau lebih yang seibu sebapak, dalil naqlinya surah an-Nisā' ayat 176.
4) Dua orang saudara perempuan atau lebih yang sebapak.
b. Ahli waris yang mendapatkan bagian 1/2 (setengah)
1) Anak perempuan tunggal, dalil naqlinya surah an-Nisä' ayat 11.
2) Cucu perempuan dari anak laki-laki.
3) Saudara perempuan tunggal seibu dan sebapak, dalil naqlinya surah an-Nisä'ayat 176.
4) Saudara perempuan tunggal yang sebapak.
5) Suami, apabila pewaris tidak meninggalkan anak, cucu laki-laki atau perempuan, dalil naqlinya surah an-Nisā' ayat 12.
c. Ahli waris yang mendapatkan bagian 1/3 (sepertiga)
1) Ibu, apabila pewaris tidak meninggalkan anak atau cucu (dari anak laki-laki atau dua orang saudara laki-laki atau perempuan, sekandung/sebapak/seibu), dalil naqlinya surah an-Nisā' ayat 11.
2) Dua orang saudara seibu atau lebih, baik laki-laki/perempuan, dalil naqlinya surah an-Nisā' ayat 12.
d. Ahli waris yang mendapatkan bagian 1/4 (seperempat)
1) Suami, apabila istri yang meninggal dunia mempunyai anak atau cucu, dalil naqlinya surah an-Nisā' ayat 12.
2) Istri, apabila suami tidak meninggalkan anak/cucu, dalil naqlinya surah an-Nisä' ayat 12.
e. Ahli waris yang mendapatkan bagian 1/6 (seperenam)
1) Bapak/kakek, apabila ada anak/cucu, dalil naqlinya surah an-Nisā' ayat 12.
2) Ibu, apabila ada anak/cucu/ada dua orang saudara.
3) Nenek, apabila tidak ada ibu.
4) Seorang saudara ibu, laki-laki/perempuan.
5) Cucu perempuan, seorang/lebih, apabila ada seorang anak perempuan, tetapi apabila anak perempuannya lebih dari seorang, maka cucu perempuan tidak mendapatkan apa-apa.
f. Ahli waris yang mendapatkan bagian 1/8 (seperdelapan)
Istri, apabila suami meninggalkan anak atau cucu dari anak laki-laki, dalil naqlinya surah an-Nisā' ayat 12.
2. 'Asabah
'Așabah adalah ahli waris yang bagiannya tidak tentu. 'Aşabah mempunyai tiga kemungkinan dalam menerima bagian warisan sebagai berikut.
a. Menerima seluruh warisan apabila tidak ada żawil furud.
b. Menerima sisa warisan setelah diambil żawil furud.
c. Tidak menerima warisan sama sekali karena habis diambil żawil furud.Menurut pembagiannya, 'aşabah ada tiga macam sebagai berikut.
a. 'Asabah binafsihi, adalah ahli waris yang menjadi 'aşabah secara otomatis, bukan karena ditarik żawil furud. 'Așabah binafsihi ada 13 orang, yaitu:
1) anak laki-laki;
2) cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah;
3) bapak;
4) kakek, dan seterusnya ke atas;
5) saudara laki-laki seibu dan sebapak;
6) saudara laki-laki sebapak;
7) anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu sebapak;
8) anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak;
9) paman yang seibu sebapak dengan bapak;
10) paman yang sebapak dengan bapak;
11) anak laki-laki paman yang seibu dan sebapak dengan bapak;
12) anak laki-laki paman yang sebapak dengan bapak;
13) laki-laki yang memerdekakan pewaris ketika masih menjadi budak.
b. 'Aşabah bigairihi, adalah ahli waris yang menjadi 'aşabah sebab ditarik oleh ahli waris tertentu dari 'aşabah binafsihi, yang termasuk di dalamnya, sebagai berikut:
1) anak perempuan apabila bersama anak laki-laki;
2) cucu perempuan apabila bersama cucu laki-laki;
3) saudara perempuan kandung apabila bersama saudara laki-laki kandung;
4) saudara perempuan seayah apabila bersama saudara laki-laki seayah.
c. 'Aşabah ma'al gairihi, adalah ahli waris yang menjadi 'aşabah karena bersama-sama ahli waris lain yang tertentu dari żawil furud, yang termasuk di dalamnya, sebagai berikut:
1) saudara perempuan kandung apabila bersama seorang atau lebih anak perempuan/cucu perempuan dari anak laki-laki;
2) saudara perempuan seayah apabila bersama seorang/lebih anak perempuan/cucu perempuan dari anak laki-laki.
3.Hijab
Hijab berarti penghalang, yaitu ahli waris akan kehilangan haknya atas harta warisan karena terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat atau lebih berhak. Hijab ada tiga sebagai berikut.
a. Hijab nuqsan, yaitu ahli waris yang dengan keberadaannya akan mengurangi ahli waris lain, sehingga bagian ahli waris lain itu berkurang dari semestinya.
b. Hijab hirman, yaitu ahli waris yang menghalang-halangi ahli waris lain, sehingga ahli waris lain itu tidak mendapatkan bagian warisan sama sekali. Contoh kakek terhalang oleh ayah atau cucunya.
c. Mahjub, yaitu ahli waris yang terhalang sebab dia lebih jauh hubungannya. Contoh:kakek mahjub oleh ayah.
G. Dasar Hukum Kewarisan di Indonesia
Undang-undang yang membahas tentang warisan terdapat pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, yaitu Undang-Undang tentang Peradilan Agama. Undang-undang tersebut memuat tentang hak orang Islam mengenai perkara warisan dan peranan peradilan agama dalam penetapan warisan.
F. Ketentuan Bagian Ahli Waris
Berdasarkan kadar atau ketentuan perolehan bagian harta waris, maka ahli waris dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan, sebagai berikut.
1.Zawil Furud
Żawil furud adalah bagian ahli waris yang telah ditentukan dalam Al-Qur'an, żawil furud ada enam kelompok.
a. Ahli waris yang mendapatkan bagian 2/3 (dua per tiga)
1) Dua anak perempuan atau lebih, jika tidak ada anak laki-laki, dalil naqlinya surah an-Nisā' ayat 11.
2) Dua urang cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki, bila anak perempuan tidak ada.
3) Dua orang saudara perempuan atau lebih yang seibu sebapak, dalil naqlinya surah an-Nisā' ayat 176.
4) Dua orang saudara perempuan atau lebih yang sebapak.
b. Ahli waris yang mendapatkan bagian 1/2 (setengah)
1) Anak perempuan tunggal, dalil naqlinya surah an-Nisä' ayat 11.
2) Cucu perempuan dari anak laki-laki.
3) Saudara perempuan tunggal seibu dan sebapak, dalil naqlinya surah an-Nisä'ayat 176.
4) Saudara perempuan tunggal yang sebapak.
5) Suami, apabila pewaris tidak meninggalkan anak, cucu laki-laki atau perempuan, dalil naqlinya surah an-Nisā' ayat 12.
c. Ahli waris yang mendapatkan bagian 1/3 (sepertiga)
1) Ibu, apabila pewaris tidak meninggalkan anak atau cucu (dari anak laki-laki atau dua orang saudara laki-laki atau perempuan, sekandung/sebapak/seibu), dalil naqlinya surah an-Nisā' ayat 11.
2) Dua orang saudara seibu atau lebih, baik laki-laki/perempuan, dalil naqlinya surah an-Nisā' ayat 12.
d. Ahli waris yang mendapatkan bagian 1/4 (seperempat)
1) Suami, apabila istri yang meninggal dunia mempunyai anak atau cucu, dalil naqlinya surah an-Nisā' ayat 12.
2) Istri, apabila suami tidak meninggalkan anak/cucu, dalil naqlinya surah an-Nisä' ayat 12.
e. Ahli waris yang mendapatkan bagian 1/6 (seperenam)
1) Bapak/kakek, apabila ada anak/cucu, dalil naqlinya surah an-Nisā' ayat 12.
2) Ibu, apabila ada anak/cucu/ada dua orang saudara.
3) Nenek, apabila tidak ada ibu.
4) Seorang saudara ibu, laki-laki/perempuan.
5) Cucu perempuan, seorang/lebih, apabila ada seorang anak perempuan, tetapi apabila anak perempuannya lebih dari seorang, maka cucu perempuan tidak mendapatkan apa-apa.
f. Ahli waris yang mendapatkan bagian 1/8 (seperdelapan)
Istri, apabila suami meninggalkan anak atau cucu dari anak laki-laki, dalil naqlinya surah an-Nisā' ayat 12.
2. 'Asabah
'Așabah adalah ahli waris yang bagiannya tidak tentu. 'Aşabah mempunyai tiga kemungkinan dalam menerima bagian warisan sebagai berikut.
a. Menerima seluruh warisan apabila tidak ada żawil furud.
b. Menerima sisa warisan setelah diambil żawil furud.
c. Tidak menerima warisan sama sekali karena habis diambil żawil furud.Menurut pembagiannya, 'aşabah ada tiga macam sebagai berikut.
a. 'Asabah binafsihi, adalah ahli waris yang menjadi 'aşabah secara otomatis, bukan karena ditarik żawil furud. 'Așabah binafsihi ada 13 orang, yaitu:
1) anak laki-laki;
2) cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah;
3) bapak;
4) kakek, dan seterusnya ke atas;
5) saudara laki-laki seibu dan sebapak;
6) saudara laki-laki sebapak;
7) anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu sebapak;
8) anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak;
9) paman yang seibu sebapak dengan bapak;
10) paman yang sebapak dengan bapak;
11) anak laki-laki paman yang seibu dan sebapak dengan bapak;
12) anak laki-laki paman yang sebapak dengan bapak;
13) laki-laki yang memerdekakan pewaris ketika masih menjadi budak.
b. 'Aşabah bigairihi, adalah ahli waris yang menjadi 'aşabah sebab ditarik oleh ahli waris tertentu dari 'aşabah binafsihi, yang termasuk di dalamnya, sebagai berikut:
1) anak perempuan apabila bersama anak laki-laki;
2) cucu perempuan apabila bersama cucu laki-laki;
3) saudara perempuan kandung apabila bersama saudara laki-laki kandung;
4) saudara perempuan seayah apabila bersama saudara laki-laki seayah.
c. 'Aşabah ma'al gairihi, adalah ahli waris yang menjadi 'aşabah karena bersama-sama ahli waris lain yang tertentu dari żawil furud, yang termasuk di dalamnya, sebagai berikut:
1) saudara perempuan kandung apabila bersama seorang atau lebih anak perempuan/cucu perempuan dari anak laki-laki;
2) saudara perempuan seayah apabila bersama seorang/lebih anak perempuan/cucu perempuan dari anak laki-laki.
3.Hijab
Hijab berarti penghalang, yaitu ahli waris akan kehilangan haknya atas harta warisan karena terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat atau lebih berhak. Hijab ada tiga sebagai berikut.
a. Hijab nuqsan, yaitu ahli waris yang dengan keberadaannya akan mengurangi ahli waris lain, sehingga bagian ahli waris lain itu berkurang dari semestinya.
b. Hijab hirman, yaitu ahli waris yang menghalang-halangi ahli waris lain, sehingga ahli waris lain itu tidak mendapatkan bagian warisan sama sekali. Contoh kakek terhalang oleh ayah atau cucunya.
c. Mahjub, yaitu ahli waris yang terhalang sebab dia lebih jauh hubungannya. Contoh:kakek mahjub oleh ayah.
G. Dasar Hukum Kewarisan di Indonesia
Undang-undang yang membahas tentang warisan terdapat pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, yaitu Undang-Undang tentang Peradilan Agama. Undang-undang tersebut memuat tentang hak orang Islam mengenai perkara warisan dan peranan peradilan agama dalam penetapan warisan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 dalam Bab III Pasal 49 ditegaskan, bahwa tugas peradilan agama berwenang untuk memeriksa, memutuskan,dan menyelesaikan perkara orang Islam di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, wakaf, dan sedekah berdasarkan hukum Islam. Bidang perkawinan ialah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku.
Bidang kewarisan diatur dalam Pasal 49 ayat 3 yang telah dimuat tentang peranan peradilan agama dalam penerapan warisan sebagai berikut.
Bidang kewarisan diatur dalam Pasal 49 ayat 3 yang telah dimuat tentang peranan peradilan agama dalam penerapan warisan sebagai berikut.
1. Menentukan para ahli waris.
2. Menentukan harta peninggalan.
3. Menentukan bagian masing-masing ahli waris.
4.Melaksanakan pembagian harta warisan.
H. Penghitungan Warisan
Untuk memudahkan penghitungan dalam pembagian harta warisan, maka langkah-langkah yang harus dilakukan sebagai berikut.
1. Menyelesaikan tanggungan pewaris, yaitu biaya pengurusan jenazah, utang, wasiat, dan zakat.
2.Tentukan orang-orang yang menjadi ahli waris dan kadar ketentuannya, baik żawil furud,'asabah, dan mahjub, serta berapa bagian mereka masing-masing.
3. Mengetahui KPT (kelipatan persekutuan terkecil) atau AM (asal masalah). KPT atau AM dalam penghitungan harta warisan penting untuk diketahui karena bagian masing-masing ahli waris merupakan bilangan pecahan. Adapun KPT atau AM dalam ilmu faraid hanya ada tujuh macam, yaitu 2, 3,4,6,8,12,dan 24. 4. Hitunglah sesuai dengan kadar ketentuan yang telah diketahui.
I. Hikmah Pelaksanaan Pelaksanaan Ilmu Mawaris
Adapun hikmah mawaris bagi umat Islam sebagai berikut.
1. Perwujudan ketaatan kepada perintah Allah Swt., sehingga terhitung ibadah.
2. Mewujudkan kemaslahatan masyarakat, dengan menerapkan hukum waris maka masyarakat akan menjadi tenang.
3. Menjaga keharmonisan hubungan antarkerabat, sehingga tidak terjadi monopoli dan perpecahan antarkeluarga.
4. Memberikan keseimbangan antara hak individu pewaris dan hak keluarga yang menjadi ahli waris.
5. Menghindari timbulnya persengketaan dalam keluarga yang disebabkan oleh masalah pembagian warisan.
2. Menentukan harta peninggalan.
3. Menentukan bagian masing-masing ahli waris.
4.Melaksanakan pembagian harta warisan.
H. Penghitungan Warisan
Untuk memudahkan penghitungan dalam pembagian harta warisan, maka langkah-langkah yang harus dilakukan sebagai berikut.
1. Menyelesaikan tanggungan pewaris, yaitu biaya pengurusan jenazah, utang, wasiat, dan zakat.
2.Tentukan orang-orang yang menjadi ahli waris dan kadar ketentuannya, baik żawil furud,'asabah, dan mahjub, serta berapa bagian mereka masing-masing.
3. Mengetahui KPT (kelipatan persekutuan terkecil) atau AM (asal masalah). KPT atau AM dalam penghitungan harta warisan penting untuk diketahui karena bagian masing-masing ahli waris merupakan bilangan pecahan. Adapun KPT atau AM dalam ilmu faraid hanya ada tujuh macam, yaitu 2, 3,4,6,8,12,dan 24. 4. Hitunglah sesuai dengan kadar ketentuan yang telah diketahui.
I. Hikmah Pelaksanaan Pelaksanaan Ilmu Mawaris
Adapun hikmah mawaris bagi umat Islam sebagai berikut.
1. Perwujudan ketaatan kepada perintah Allah Swt., sehingga terhitung ibadah.
2. Mewujudkan kemaslahatan masyarakat, dengan menerapkan hukum waris maka masyarakat akan menjadi tenang.
3. Menjaga keharmonisan hubungan antarkerabat, sehingga tidak terjadi monopoli dan perpecahan antarkeluarga.
4. Memberikan keseimbangan antara hak individu pewaris dan hak keluarga yang menjadi ahli waris.
5. Menghindari timbulnya persengketaan dalam keluarga yang disebabkan oleh masalah pembagian warisan.