
Apakah yang dimaksud dengan kebenaran dan apa pula gunanya kebenaran itu bagi manusia? Untuk menjawab ini, marilah kita berangkat dari pertanyaan berikut, “Siapakah manusia yang paling tinggi kualitasnya di dunia ini?"
Al-Qur'an mengatakan, manusia yang paling tinggi kualitasnya di dunia adalah manusia yang paling bertaqwa. Dengan demikian,kebenaran itu mestinya adalah suatu alat (tools) yang dapat menghantarkan manusia untuk mencapai tingkat tertingginya. Dan tentunya pula, kebenaran itu harus mempunyai batasan-batasan yang jelas. Bagi seorang Muslim, tidak diragukan lagi bahwa tolok ukur kebenaran adalah Al-Qur'an dan hadits Rasulullah saw.Dengan perkataan lain, sesuatu itu dapat dikatakan benar, bila ia sudah teruji tidak ada satu ayat pun dalam Al-Qur'an yang dilanggarnya. Suatu kebenaran bagi seseorang, belum tentu cocok diamalkan oleh orang lain. Hal ini dapat diibaratkan seperti ketika seseorang masuk ke restoran dalam keadaan lapar. Bila kemudian orang itu memilih ikan bakar, hal ini tentunya bukanlah berarti rendang atau ayam goreng itu adalah racun yang harus disingkirkan. Orang itu tidak memilih rendang atau pun ayam goreng untuk mengenyangkan perutnya semata-mata hanya soal selera saja. Baginya,ikan bakar lebih terasa nikmat untuk menghantarkan perutnya menjadi kenyang. Demikian pula halnya dengan tafsir. Banyak penafsiran yang dibuat oleh para ulama/mufasir untuk ayat Al-Qur'an yang sama. Tujuannya tentu sama, yaitu agar pembacanya dapat menjadi orang yang bertaqwa. Mana tafsiran yang paling benar? Tentu semuanya dapat dikatakan benar bila tidak berlawanan atau sejalan dengan Al-Qur'an dan hadits Rasulullah saw. Bila demikian,mana yang akan kita pakai? Sangat tergantung pada 'selera' kita,yang penting tafsiran itu dapat menghantarkan kita menuju manusia yang paling berkualitas (yaitu yang paling bertaqwa). Orang bijak tentunya tidak akan mengatakan salah, untuk suatu tafsiran yang tidak sesuai dengan seleranya. Lalu penafsiran mana yang paling benar? Memang di antara yang benar pasti ada satu yang paling benar. Bila untuk mengetahui makanan mana yang paling baik kita harus melakukan uji klinis; maka suatu kebenaran tidak ada laboratoriumnya, yang mengetahui mana yang paling benar hanyalah Allah. Kita hanya dapat mengetahuinya nanti di akhirat.
Adanya perbedaan pemahaman di antara kita wajar saja. Karena kita dalam berpikir selalu menggunakan asumsi. Dan asumsi ini seringkali keliru, karena keterbatasan pengetahuan. Misalnya saja mengasumsikan fenomena yang ada di alam dunia sama dengan fenomena yang ada di alam akhirat tidaklah akan selalu benar. Atau mengasumsikan hukum di Indonesia sama dengan hukum di Amerika tidaklah selalu sesuai. Oleh karena itu kembalikanlah kepada jiwa Al-Qur'an, yaitu memberikan motivasi agar manusia mudah untuk taat. Bukankah ilmu yang paling bermanfaat itu adalah ilmu yang dapat memudahkan pemiliknya untuk taat pada "aturan main”Allah?
- Dan sesungguhnya Al-Qur'an itu benar-benar kebenaran yang diyakini. Al-Haaqqah (69):51
- (Al-Qur'an) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengannya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran. Ibrahim (14):52
Dalam kehidupan beragama atau berinteraksi ideologis, maka orang lain jangan dianggap sebagai saingan. Tetapi mereka harus dipandang sebagai mitra dalam mencapai kedudukan tertinggi di sisi Allah. Perselisihan yang seringkali terjadi akibat adanya perbedaan pendapat, disebabkan karena tanpa disadari menjadikan orang lain sebagai saingan untuk menuju llahi. Padahal Allah telah berfirman,"... Hendaklah kamu saling membantu dalam kebajikan dan ke-takwaan. Janganlah kamu saling membantu dalam dosa dan permusu-han ..." Al-Maidah:2.
Perbedaan pendapat sepanjang pendapat itu membuat ketaatan meningkat tidak menjadi soal alias masalah. Bukankah kita tidak pernah mempersoalkan air susu ? Apakah ia berasal dari sapi yang berkulit putih atau berkulit hitam, Fastabikul Khoirot.{leftsidebar}